Menguji Peran Ekonomi Syariah

Menguji Peran Ekonomi Syariah

Terbaiknews - Pelayanan Bank Syariah Indonesia (BRIS). (Jawa Pos)

CAPAIAN pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2020 yang -2,19 persen year-on-year (yoy) atau -2,07 persen sepanjang tahun memberikan banyak catatan.

Salah satu yang disorot adalah konsumsi pemerintah. Mengingat, hampir semua komponen pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi masyarakat, kinerja ekspor-impor, dan investasi masih terkontraksi.

Artinya, hanya konsumsi pemerintah yang bisa menjadi andalan.

Sayangnya, realisasi konsumsi pemerintah di kuartal IV 2020 tidak sesuai harapan. Cuma tumbuh 1,94 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibanding kuartal III sebesar 9,8 persen. Itu tentu sangat anomali. Sebab, biasanya belanja pemerintah akan maksimal realisasinya ketika akhir tahun. Yang mestinya siklus anggaran tersebut bisa mendorong konsumsi pemerintah.

Sementara itu, investasi melalui pembentukan modal tetap bruto juga cukup mengkhawatirkan. Terpuruk dengan -4,95 persen. Jika dikaitkan dengan stimulus PEN, di mana keampuhannya? Padahal, di dalamnya ada bantuan untuk korporasi, UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), serta keringanan pajak. Tapi nyatanya tidak terefleksikan.

Investasi, terutama swasta, sangat penting untuk mempertahankan penciptaan lapangan kerja. Begitu pula kontribusinya buat perpajakan. Selain itu, kinerja ekspor yang -7,7 persen dan impor -14,7 persen mencerminkan roda industri yang masih terpukul.

Realisasi anggaran PEN 2020 yang belum 100 persen juga merupakan salah satu faktor. Hingga 31 Desember hanya terealisasi 83,4 persen dari pagu. Atau senilai Rp 579,78 triliun dari Rp 695,2 triliun.

Soal data di lapangan yang berubah-ubah membuat bantuan tidak tepat sasaran. Ditambah ada skandal korupsi, itu sudah menjadi faktor penentu juga.

Sebaiknya, pada awal 2021, pemerintah pusat dan pemda segera melakukan pengadaan barang dan jasa lebih cepat. Selain itu, stimulus PEN seharusnya lebih besar dibanding tahun lalu. Terutama dari sisi permintaan.

Bantuan subsidi upah (BSU) bagi pekerja ditambah. Bukan malah dihilangkan. Sebab, bantuan upah selama ini dianggap terlalu kecil. Selain itu, hanya terbatas pada pekerja sektor formal dan cuma yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Artinya, masih banyak pekerja formal yang tidak terdaftar. Apalagi pekerja informal. Pasti tidak akan ter-cover BSU.

Insentif untuk tenaga medis perlu ditambah. Seiring jumlah kasus yang masih meningkat di kisaran 10 ribu hingga 14 ribu kasus per hari. Belanja kesehatan jelas menjadi perhatian utama jika ingin sisi permintaan masyarakat cepat pulih.

Kebutuhan anggaran PEN, sebaiknya segera lakukan realokasi dengan memangkas belanja pegawai dan belanja barang. Selain itu, belanja infrastruktur, khususnya proyek yang belum financial closing atau masih berada dalam tahap perencanaan awal, harus dihentikan. Sehingga ruang fiskal bisa dialokasikan untuk stimulus lain yang lebih mendesak.

Padahal, kondisi saat ini juga tidak lebih baik daripada tahun lalu. Bahkan untuk perusahaan swasta sudah megap-megap. Siap-siap akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) lagi. Dan itu akan memengaruhi konsumsi masyarakat tahun ini. Jika pemerintah tidak melakukan perubahan, kuartal I 2021 berpotensi akan lebih terkontraksi lagi.

Ketika kuartal I 2021 masih negatif, Indonesia rentan masuk dalam depresi ekonomi. Kondisi di mana resesi ekonomi yang berkelanjutan satu tahun atau lebih. Dampaknya bukan hanya pada pengangguran dan kemiskinan. Biaya pemulihan ekonomi juga relatif mahal. Di sisi lain, pola pemulihan menjadi U-shape atau bahkan L-shape jika kebijakan ekonomi kurang responsif.

Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih lebih lama dibanding prediksi pemerintah. Tahun 2024 mungkin baru akan pulih. Itu juga terkait Covid-19 yang persebarannya masih sangat tinggi dan vaksinasi yang masih jauh dari target.

Pemerintah menargetkan vaksinasi rampung Maret 2022. Namun, The Economist Intelligence Unit memperkirakan Indonesia baru bisa menyelesaikan vaksinasi di atas 60 persen dari populasi pada kuartal III 2023. Ini jelas tertinggal dibandingkan Singapura pada kuartal IV 2021 serta Vitenam, Thailand, dan Malaysia pada 2022. Hal itu akan menentukan kepercayaan investor. Semakin tinggi kasus dan vaksinasi yang lambat, otomatis akan terengah-engah juga untuk pulih.

Saya pikir ekonomi syariah sangat relevan untuk mendorong PEN. Dari sisi perbankan, bank syariah lebih resilient daripada bank konvensional di tengah pandemi. Dari sisi pembiayaan, bank syariah tumbuh 9,42 persen secara tahunan. Jauh lebih tinggi daripada bank konvensional yang hanya tumbuh 0,55 persen.

Selain mampu menjaga kinerja, ini menunjukkan bahwa masyarakat atau debitur masih memiliki optimisme. Sekaligus terbukti mampu mendukung penyaluran kredit dan sektor riil. Dengan adanya Bank Syariah Indonesia (BSI), harapannya bisa mengakselerasi pangsa pasar syariah di Indonesia. Setidaknya di atas 15 persen. Besarnya populasi muslim di Indonesia, khususnya kelompok milenial, menjadi modal penting untuk pertumbuhan bisnis BSI ke depan.

BSI juga harus memainkan perannya untuk mendukung pemulihan UMKM. Menaikkan kelas para pelaku usaha kecil kita. Baik dari sumbangan produk domestik bruto (PDB) maupun serapan tenaga kerja.

*Disarikan wartawan Jawa Pos Agas Putra Hartanto

Saksikan video menarik berikut ini:

Berita dengan kategori