Dinilai Memberatkan, DPRD Surabaya Minta Evaluasi Sanksi Denda Prokes

Dinilai Memberatkan, DPRD Surabaya Minta Evaluasi Sanksi Denda Prokes

Terbaiknews - OPERASI BERKALA: Petugas gabungan dari kepolisian hingga Pemkot Surabaya sedang melakukan razia penegakan protokol kesehatan di Jalan Tambak Osowilangun. (Frizal/Jawa Pos)

JawaPos.com – Penerapan sanksi denda bagi pelanggar protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19 mendapat sorotan. Dewan menerima begitu banyak pengaduan dari masyarakat terkait nominal sanksi yang dianggap memberatkan. Mereka pun mengusulkan adanya keringanan denda atau pemberian sanksi lain, tapi tidak kalah tegas.

Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Herlina Harsono Njoto mengaku menerima banyak sekali pengaduan dari masyarakat yang disanksi satgas. Pengaduan itu rata-rata dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). ’’Karena tidak mampu bayar, petugas menyita KTP mereka,” ujarnya, Minggu (31/1).

Agar KTP warga itu kembali, mereka wajib membayar denda sebagai sanksi atas pelanggaran prokes. Nilainya Rp 150 ribu untuk tiap pelanggar. Menurut Herlina, nilai tersebut termasuk tinggi bagi warga kurang mampu. ’’Warga gak iso (bayar, Red), opo sing arep digawe bayar denda. Aku akhirnya yang ambilkan (KTP yang disita, Red),” ucapnya.

Politikus Demokrat itu mengungkapkan, pengaduan serupa tidak hanya datang dari satu dua orang. Ada banyak warga yang tidak mampu membayar denda dan terpaksa harus merelakan kartu identitasnya. Padahal, kartu identitas itu sangat penting untuk keperluan administrasi kependudukan.

Menurut Herlina, sanksi pelanggaran prokes tersebut seharusnya bisa dibuat lebih bijak. Dia menilai tidak harus memberlakukan denda agar masyarakat mau patuh terhadap prokes yang sesuai ketentuan pemerintah. Karena itu, dia meminta agar kebijakan tersebut dikoreksi ulang. Khususnya terkait klausul yang mengatur sanksi denda.

Mantan ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya itu mencontohkan sanksi lawas dalam aturan sebelumnya. Yakni, para pelanggar prokes menjalani sanksi sosial berupa menyapu jalan atau bekerja di lingkungan pondok sosial (liponsos). Sanksi tersebut dinilai cukup untuk memberikan efek jera.

Sebab, pandemi Covid-19 tidak hanya memukul sektor kesehatan masyarakat. Sektor ekonomi juga sangat terdampak. Terutama mereka yang terkena imbas pengurangan karyawan dan harus kehilangan pekerjaan. Juga, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang saat ini pendapatannya drop karena pembatasan aktivitas.

Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang lesu, Herlina berharap pemerintah kota mengambil kebijakan yang lebih bijak. Bukan justru memberlakukan denda yang dianggap memberatkan. ’’Masyarakat ini sudah susah, jangan dibuat lebih susah. Aku yakin warga mau patuh prokes tanpa harus ada denda,” tuturnya.

Secara terpisah, Plt Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana menegaskan bahwa pemerintah benar-benar tidak ingin ada warga yang kena denda. Karena itu, dia meminta seluruh masyarakat patuh pada disiplin prokes. ’’Agar tidak didenda, jangan sampai melanggar. Kami tidak ingin ada warga yang didenda. Artinya, kami sangat tidak ingin ada warga yang melanggar,” paparnya.

Jadi Bu Bos Bengkel, Tepergok Serong, Kini Terapis Panti Pijat Lagi

Politikus PDIP itu mengatakan, berdasar kajian epidemiologi, memang salah satu penyebab merebaknya Covid-19 adalah tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat yang masih rendah. Dengan adanya sanksi yang tegas, pihaknya berharap angka persebaran Covid-19 bisa menurun.

’’Pemerintah tidak bisa menghidupkan orang yang sudah meninggal karena Covid-19. Tapi, kami tentu sudah menyiapkan langkah-langkah untuk memulihkan kondisi perekonomian daerah yang belum stabil. Tentu, ini butuh proses dan setiap proses harus dilewati dengan baik. Butuh kerja sama dari semua pihak, termasuk masyarakat,” jelas mantan wakil ketua DPRD Kota Surabaya itu.

Saksikan video menarik berikut ini:

Berita dengan kategori