KPK Dalami Aliran Dana Rp 1,5 M dan Sepeda Brompton ke Ihsan Yunus

KPK Dalami Aliran Dana Rp 1,5 M dan Sepeda Brompton ke Ihsan Yunus

Terbaiknews - – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mendalami dugaan penerimaan uang...

– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mendalami dugaan penerimaan uang senilai Rp 1.532.044.000 dan dua sepeda mewah bermerk Brompton yang diberikan tersangka penyuap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19, Harry Sidabuke kepada politikus PDI Perjuangan Ihsan Yunus.

Penerimaan tersebut terungkap dalam rekonstruksi perkara yang digelar di Gedung KPK Kavling C1, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (1/2). Dalam rekonstruksi perkara, Harry memberikan uang dan dua sepeda Brompton kepada Agustri Yogaswara alias Yogas yang merupakan operator dari politikus PDIP, Ihsan Yunus.

“Terkait dengan apakah peristiwa dugaan adanya pemberian uang atau barang dari tersangka kepada pihak-pihak lain sebagaimana adegan dalam rekonstruksi tersebut merupakan suap, tentu perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan saksi-saksi dan alat bukti,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Senin (1/2).

Juru bicara KPK bidang penindakan ini menyampaikan, lembaga antirasuah akan mendalami fakta yang muncul dalam rekonstruksi perkara dugaan suap pengadaan bansos yang kini sudah menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara. Ali menyebut, rekonstruksi itu pada dasarnya untuk membuat terang penanganan kasus tersebut.

Ali menegaskan, pihaknya tak segan menetapkan pihak lain dalam hal ini Ihsan Yunus sebagai tersangka, jika ditemukan dua alat bukti yang cukup bahwa dirinya menerima suap.

“Prinsipnya apabila dalam proses penyidikan perkara ini ditemukan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup keterlibatan pihak lain tentu KPK dapat menetapkan pihak tersebut sebagai tersangka,” pungkas Ali.

Sebelumnya, dalam rekonstruksi bagian akhir, tersangka Harry Van Sidabuke menyerahkan uang senilai Rp 1.532.044.000 kepada Agustri Yogaswara alias Yogas yang merupakan operator dari politikus PDI Perjuangan, Ihsan Yunus. Penyerahan uang miliaran rupiah itu dilakukan di dalam mobil, dengan simulasi yang berlokasi di Jalan Salemba Raya pada Juni 2020.

Selain itu, Harry kembali melakukan pertemuannya dengan orang kepercayaan Ihsan Yunus pada November 2020 di kantor PT Mandala Hamonangan Sude. Pada saat itu, Harry memberikan dua sepeda mewah bermerk Brompton ke Yogas.

Nama Ihsan Yunus juga sempat ditampilkan penyidik KPK pada reka adegan rekonstruksi pertama kasus dugaan suap pengadaan bansos Covid-19. Ihsan Yunus yang diperagakan tim penyidik KPK mendatangi ruangan Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial (Kemensos) Syafii Nasution.

Pertemuan yang berlangsung pada Februari 2020 itu juga dihadiri oleh mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos, Matheus Joko Santoso yang telah menjadi tersangka dalam perkara ini.

KPK sempat mengagendakan pemeriksaan sebagai saksi untuk mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ihsan Yunus pada Rabu (27/1) lalu. Namun surat pemanggilan tersebut belum tersampaikan langsung, sehingga KPK akan menjadwalkan ulang terhadap Ihsan Yunus.

KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Sebagai tersangka penerima suap diantaranya Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial (Mensos); Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos. Selain itu sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.

KPK menduga, Juliari menerima fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako program bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Penerimaan suap itu diterima dari pihak swasta dengan dimaksud untuk mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.

Juliari menerima fee tiap paket Bansos yang di sepakati oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpaket Bansos.
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Pihak pemberi AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Saksikan video menarik berikut ini:

Berita dengan kategori