KPAI: Rekrutmen Perdagangan Anak Banyak Dilakukan Secara Online 

KPAI: Rekrutmen Perdagangan Anak Banyak Dilakukan Secara Online 

Terbaiknews - JakartaIDN Times - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah...

Jakarta, IDN Times - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menilai, pandemik COVID-19 tak menyurutkan maraknya kasus tindak pindana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi anak. Hal tersebut tercermin dari adanya 149 laporan kepada KPAI.

Dari laporan tersebut, ia mengungkapkan jika anak-anak yang menjadi korban, paling banyak direkrut secara online. Sebagai contoh, yakni kasus pornografi maupun prostitusi yang melibatkan anak-anak.

"Proses rekrutmen anak-anak korban secara masif dilakukan secara online. Tingginya anak korban TPPO dan eksploitasi berdampak pula pada dugaan beredarnya produk jual beli tayangan porno," ungkap Ai dalam laporan KPAI akhir tahun 2020 yang diselenggarakan virtual, Senin (8/2/2021).

Hal itu membuat KPAI meminta adanya penguatan lembaga hukum termasuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan International Cyber Crime untuk meningkatkan efektivitas gugus TPPO. Selain itu, Polri diminta untuk mengoptimalkan perspektif perlindungan anak.

1. Kemiskinan akibat pandemik membuat anak pekerja bertambah

KPAI: Rekrutmen Perdagangan Anak Banyak Dilakukan Secara Online Ilustrasi kekerasan/pelecehan seksual. IDN Times/Sukma Shakti

Terkait eksploitasi anak, Ai Maryati menilai hal itu tak lepas dari kemiskinan yang terjadi akibat dampak dari pandemik virus corona. Menurutnya, banyak anak-anak menjadi pekerja, bahkan di antaranya pekerjaan terburuk untuk anak.

"Kategori bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA) yaitu anak yang dilacurkan, anak sebagai pemulung, anak yang bekerja dalam sektor pertanian, pekerja rumah tangga anak, dan anak yang bekerja di jalanan," ujar dia.

Sepanjang tahun lalu, KPAI bersama mitranya melakukan pengawasan di 19 daerah dengan anak yang dilacurkan terdapat di 31,6 persen lokus. Ai mencatat, sebanyak 75 persen daerah mengalami peningkatan untuk anak yang dilacurkan dan pemulung anak.

"Semua pihak harus bergandengan tangan karena dampak keterlibatan anak dalam BPTA dapat merusak dan menghambat tumbuh kembang anak, serta anak rentan menjadi korban perdagangan manusia," tegasnya.

2. Tantangan perlindungan anak di dunia siber semakin tinggi

KPAI: Rekrutmen Perdagangan Anak Banyak Dilakukan Secara Online IDN Times / Yohanes Yuwono A

Sementara itu, Komisioner KPAI Margaret Aliyatul Maimunah menuturkan, selama pandemik COVID-19, tantangan perlindungan anak di dunia siber meningkat. Hal itu tak lepas dari pembatasan kegiatan fisik mencegah penularan virus corona.

"Pembatasan kegiatan fisik anak dalam aktivitas sehari-hari berkonsekuensi pada peningkatan kegiatan anak di dunia digital," ujar Margaret.

Ia mengatakan, sebanyak 79 persen anak tidak memiliki aturan penggunaan gawai. Kemudian, 34,8 persen anak bermain gawai mulai 2-5 jam perhari dan sebanyak 25,4 persen anak bermain gawai lebih dari 5 jam per hari, di luar untuk pembelajaran.

"Anak dan orang tua perlu mendapatkan literasi digital yang meliputi pemahaman dan penyadaran tentang pornografi, konten negatif, dan kejahatan siber agar anak tidak menjadi korban kejahatan di dunia maya," ujarnya.

KPAI pun telah mengajak beberapa platform media sosial untuk bersama-sama memperhatikan perlindungan anak. Koordinasi dilakukan di antaranya dengan Facebook, Instagram, TikTok, dan Google.

3. Perlindungan untuk anak penyandang masalah kesejahteraan sosial

KPAI: Rekrutmen Perdagangan Anak Banyak Dilakukan Secara Online Ilustrasi Ondel-Ondel (IDN Times/Lia Hutasoit)

Selama tahun 2020, Ai Maryati menambahkan, KPAI juga berkonsentrasi pada perlindungan anak penyandang masalah kesejahteraan sosial. Di antaranya anak terlantar dari keluarga miskin, anak jalanan, anak penyandang disabilitas, pada anak yang tinggal di panti asuhan, hingga anak korban konflik sosial.

"Perubahan bentuk kegiatan anak jalanan menjadi anak ondel, anak silver'dan anak gerobak di Ibu Kota perlu diantisipasi. Kegiatan anak seperti itu termasuk dalam PMKS, sehingga instansi terkait dapat melakukan penanganan sebagaimana kondisi anak PMKS," kata Ai.

KPAI berharap pemerintah daerah memberikan perhatian untuk mewujudkan program bebas anak jalanan. Menurutnya, salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni memperkuat Lembaga Program Kesejahteraan Sosial Anak (LPKSA) dan sarana pendukungnya.

"Sedangkan pada anak korban konflik sosial, diperlukan pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti pemenuhan makanan bergizi, kesehatan, dan pendidikan," tegas Ai.

Berita dengan kategori