Jreng! Erdogan Mau Ubah Konstitusi Turki, Presiden Selamanya?

Jreng! Erdogan Mau Ubah Konstitusi Turki, Presiden Selamanya?

Terbaiknews - JakartaCNBC Indonesia -ÂPresiden Recep Tayyip Erdogan memberi sinyal perubahan konstitusi....

Jakarta, CNBC Indonesia -ÂPresiden Recep Tayyip Erdogan memberi sinyal perubahan konstitusi. Ia mengatakan sudah waktunya bagi Turki untuk mengadopsi aturan dasar baru.

Hal ini menambah spekulasi bahwa pemimpin 66 tahun itu sedang mencari cara untuk memperpanjang pemerintahannya. Erdogan selama ini telah memerintah Turki sebagai perdana menteri sejak 2002 dan presiden sejak 2014.


Erdogan menambahkan bahwa penyusunan konstitusi baru harus dilakukan secara transparan. Ia berjanji teks yang disepakati harus diserahkan kepada keinginan rakyat.

"Jelas bahwa sumber masalah Turki adalah bahwa konstitusi selalu ditulis oleh para pemberontak," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi secara nasional seperti ditulis AFP, Selasa (2/1/2021).


"Mungkin sudah waktunya bagi Turki untuk membuka kembali perdebatan tentang konstitusi baru... Jika kami mencapai pemahaman bersama dengan mitra (koalisi yang berkuasa) kami, kami dapat mengambil tindakan untuk konstitusi baru di masa depan."

Sebelumnya Erdogan memang terlibat berkali-kali dalam perubahan konstitusi Turki. Di tahun 2017 ia mendorong perubahan konstitusi yang menciptakan presiden sebagai lembaga eksekutif tunggal dan menghapus jabatan perdana menteri.
Ia kemudian memenangkan pemilihan presiden 2018. Pemilu ini adalah fase pertama dari dua masa jabatan lima tahun potensial, di bawah aturan baru yang direvisi.

Turki sendiri dijadwalkan mengadakan pemilihan parlemen dan presiden pada Juni 2023. Ini berarti, jika menang lagi Erdogan akan kembali memimpin sampai 2028.
Kini ia mengajukan gagasan untuk menulis konstitusi baru guna menggantikan yang telah digunakan Turki sejak 1982. Konstitusi ini menetapkan lembaga pemerintahan Turki serta menetapkan prinsip dan aturan kepemimpinan negara bersamaan dengan tanggung jawabnya terhadap warga negaranya.

Namun beberapa pihak menilai bahwa Erdogan sedang mencari cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Popularitasnya diketahui telah memudar sejak ia melakukan tindakan keras pada pelaku kudeta yang gagal pada tahun 2016.

Pemenjaraannya terhadap lawan politik dan serangannya terhadap kebebasan sipil menjadi alasan dirinya turun pamor. Belum lagi masalah ekonomi di negeri itu.
Lira Turki telah turun tajam sejak 2018. Ini membuat tabungan warga 'mengkerucut' dan merusak dukungannya di antara pemilih kelas pekerja yang merupakan bagian dari basis politik Erdogan.
Oposisi politik Turki telah mendorong Erdogan untuk mengadakan pemilihan cepat. Mereka berlasan bahwa Erdogan telah kehilangan kepercayaan publik.
Sementara itu, Direktur Program Turki di Institut Washington Soner Cagaptay mengatakan wacana baru Erdogan itu menunjukkan sisi tidak percaya diri sang pemimpin. Ia menyebut ini pengakuan pertamanya Erdogan bahwa mungkin dirinya tidak akan memenangkan pemilu Turki mendatang.
"Kemungkinan langkah selanjutnya, membagi penentangannya melalui perang budaya di sepanjang garis kiri-kanan," kata Cagaptay dalam sebuah cuitan.
"Turki adalah negara yang didominasi sayap kanan (di mana Erdogan akan) mencoba membangun mayoritas baru."


[Gambas:Video CNBC]

(sef/sef)

Berita dengan kategori