Investor China Mulai Was-Was Kudeta Myanmar Ganggu Investasi!

Investor China Mulai Was-Was Kudeta Myanmar Ganggu Investasi!

Terbaiknews - JakartaCNBC Indonesia - Panasnya situasi perpolitikan Myanmar di tengah kudeta pemimpin de facto...

Jakarta, CNBC Indonesia - Panasnya situasi perpolitikan Myanmar di tengah kudeta pemimpin de facto mereka, Aung San Suu Kyi yang masih ditahan militer.

South China Morning Post (SCMP) menuliskan, peristiwa kudeta Myanmar menjadi menjadi pengingat bagi investor China mengenai adanya risiko gepolitik di negara tersebut. Pasalnya, banyak proyek-proyek pembiayaan di Asia Tenggara yang saat ini masih menjalani uji tuntas dan berpotensi terganggu.

"Aung San Suu Kyi, yang telah berkuasa di Myanmar selama lima tahun dan partainya memenangkan pemilihan, mungkin terlihat berada dalam posisi yang sangat aman," kata Yin Yihang, seorang peneliti urusan Myanmar dengan Taihe. Lembaga think tank di Beijing.


"Namun nyatanya, jika dilihat lebih dalam, militer masih sangat kuat dan risiko geopolitik di negara ini tetap tinggi."

Yin mengatakan, dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti Jepang dan Korea Selatan, sangat sedikit perusahaan China yang berbisnis di Asia Tenggara yang melakukan penilaian risiko. Mereka, lebih memilih untuk membangun hubungan dengan pemerintah lokal, yang membuat investasi mereka rentan selama pergantian kekuasaan.

Itu terutama terjadi di negara-negara seperti Myanmar dan Kamboja, di mana investor China, biasanya bekerja sama dengan otoritas lokal dan cenderung aktif di seluruh spektrum industri.

"Kamboja tampaknya menjadi negara yang stabil karena pemerintah Hun Sen telah berkuasa untuk waktu yang lama, tetapi begitu pergantian kekuasaan terjadi, dampaknya pada masyarakat, termasuk lingkungan investasi, akan sangat besar," kata Yin.

"Itulah mengapa penting bagi investor China untuk membuat penilaian yang baik sebelumnya dan mengambil pandangan jangka panjang."

Banyak investor asing yang lengah ketika militer menguasai Myanmar pada Senin dan menahan pemimpin de facto Suu Kyi dan ratusan anggota parlemen lainnya.

Qi Kai, seorang rekan senior di China Overseas Security Research Institute, mengatakan investor China, terutama perusahaan milik negara, perlu lebih waspada.

Sebelumnya, pada 2018, mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengancam akan membatalkan proyek kereta api yang didukung China yang ditandatangani oleh pendahulunya Najib Razak yang kemudian dinyatakan bersalah karena korupsi.

Meskipun kesepakatan itu dinegosiasikan ulang, kasus tersebut dipandang sebagai kemunduran besar bagi Prakasarsa Sabuk dan Jalan atau Belt and Road Initiative Presiden China Xi Jinping.

"Satu pelajaran yang bisa ditarik adalah bahwa investor China, terutama operasi besar milik negara dengan kehadiran besar di negara asing, harus memperkuat penilaian strategis mereka untuk melakukan lindung nilai terhadap risiko," kata Qi.


[Gambas:Video CNBC]

(hoi/hoi)

Berita dengan kategori