IDI: Pemotongan Insentif Nakes Kurang Tepat, Mereka Butuh Dukungan

IDI: Pemotongan Insentif Nakes Kurang Tepat, Mereka Butuh Dukungan

Terbaiknews - JakartaIDN Times - Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib...

Jakarta, IDN Times - Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, penurunan insentif untuk tenaga kesehatan atau nakes di tengah lonjakan kasus COVID-19 sekarang ini tidak tepat.

Dia menerangkan saat ini beban tenaga medis tinggi karena tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit atau Bed Occupancy Rate (BOR)meningkat.

"Ini kebijakan yang kurang tepat. Apalagi saat ini para tenaga medis membutuhkan support dari semua pihak, untuk meningkatkan ketahanan mental, supaya tetap kuat bertahan secara fisik dan mental dalam berjuang memberikan pelayanan dan penanganan pada pasien COVID-19," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Kamis (4/1/2021).

1. Negara wajib memberikan perlindungan kepada tenaga medis

IDI: Pemotongan Insentif Nakes Kurang Tepat, Mereka Butuh DukunganIlustrasi Tenaga Medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Adib juga menggarisbawahi selain masalah insentif, negara berkewajiban memberikan perlindungan dan keselamatan pada tenaga medis.

"Upaya perlindungan dan keselamatan kepada para tenaga medis dan nakes harus diusahakan secara maksimal," ujar dia.

2. Pemerintah pangkas insentif nakes

IDI: Pemotongan Insentif Nakes Kurang Tepat, Mereka Butuh DukunganIlustrasi tenaga medis. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Diketahui, pemerintah akan melanjutkan pemberian insentif tenaga kesehatan pada 2021, namun Kementerian Keuangan memangkas besaran insentif tersebut hingga 50 persen.

Dalam salinan surat Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menetapkan besaran insentif tenaga kesehatan.

Surat yang ditandatangani Sri Mulyani pada 1 Februari 2021 ini merupakan tindak lanjut dari surat Menteri Kesehatan Nomor KU.01.01/Menkes/62/2021 pada 21 Januari 2021, tentang Permohonan Perpanjangan Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang Menangani COVID-19.

Tenaga kesehatan dan peserta PPDS yang menangani COVID-19 diberikan insentif dan santunan kematian, dengan besaran sebagai berikut:

1. Dokter spesialis Rp7,5 juta
2. Peserta PPDS Rp6,25 juta
3. Dokter umum dan gigi Rp5 juta
4. Bidan dan perawat Rp3,75 juta
5. Tenaga kesehatan lainnya Rp2,5 juta.

Sementara, santunan kematian per orang Rp300 juta.

3. Pemerintah memberikan insentif dan santunan bagi tenaga kesehatan

IDI: Pemotongan Insentif Nakes Kurang Tepat, Mereka Butuh DukunganTim medis mengevakuasi seorang warga negara asing (WNA) terjangkit virus corona (COVID-19) turun dari kapal saat simulasi penanganan virus Corona di Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/3/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Perlu diketahui, pemerintah telah memberikan insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 di Indonesia. Hal tersebut telah ditetapkan Menkes melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/278/2020.

“Sasaran pemberian insentif dan santunan kematian adalah tenaga kesehatan baik Aparatur Sipil Negara (ASN), non ASN, maupun relawan yang menangani COVID-19 dan ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau pimpinan institusi kesehatan,” kata Terawan Agus Putranto, yang saat itu menjabat Menteri Kesehatan pada Rabu, 29 April 2020, seperti dikutip di laman kemkes.go.id.

Jenis tenaga kesehatan yang mendapatkan insentif dan santunan kematian adalah dokter spesialis, dokter, dokter gigi, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya yang bekerja di tujuh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).

Besaran insentif untuk tenaga kesehatan di rumah sakit setinggi-tingginya antara lain:
1. Dokter Spesialis Rp15 juta
2. Dokter Umum dan Gigi Rp10 juta
3. Bidan dan Perawat Rp7,5 juta
4. Tenaga Medis Lainnya Rp5 juta.

Sementara, insentif untuk tenaga kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP), dan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian (BBTKL-PP), dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, puskesmas, dan laboratorium yang ditetapkan Kementerian Kesehatan setinggi-setingginya sebesar Rp5 juta.

Untuk besaran santunan kematian Rp300 juta diberikan kepada tenaga kesehatan yang meninggal dalam memberikan pelayanan kesehatan, dikarenakan paparan COVID-19 saat bertugas. Tenaga kesehatan tersebut merupakan tenaga kesehatan yang tertular karena menangani pasien virus corona di fasilitas pelayanan kesehatan, atau institusi kesehatan yang memberikan pelayanan COVID-19.

4. Menkes Budi upayakan agar insentif tidak berkurang

IDI: Pemotongan Insentif Nakes Kurang Tepat, Mereka Butuh DukunganMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Dok. Humas KPK)

Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan,Kemenkes akan mengupayakan agar insentif tenaga kesehatan tidak berkurang, meskipun ada pengurangan anggaran dari Kementerian Keuangan.

"Akan ada diskusi lagi dengan Menteri Keuangan. Aspirasi itu ditangkap Kementerian Keuangan dan akan didiskusikan," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR dikutip dariANTARA, Rabu, 3 Februari 2021.

Kemenkes, kata Budi, tengah mendiskusikan kemungkinan realokasi anggaran di luar Kementerian Kesehatan, untuk insentif tenaga kesehatan dengan Kementerian Keuangan.

https://www.youtube.com/embed/I9fYNQxe6EQ

Berita dengan kategori